Pendapatan Fantastis Pengemis Musiman
Dari ‘Kampung Pengemis’ Menjadi Jutawan
Idham Khalid, Hardani Tri Y – detikNews

Ujang (72) dan Mila (70) berasal dari Bogor ini kini tinggal di Kawasan Pajaten, Jakarta Selatan.
Ujang (72) dan Mila (70) berasal dari Bogor ini kini tinggal di Kawasan Pajaten, Jakarta Selatan.

Jakarta – Siang begitu terik di kelurahan Klender, kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Aktivitas warga normal di sepanjang kawasan pertokoan mebel sehingga tak memperlihatkan fenomena sosial yang kerap terjadi di bulan Ramadan, yakni pengemis musiman. Ada 4 RW (rukun warga) di Klender yang mendapat julukan ‘Kampung Pengemis’.

“Kampung pengemis itu adanya di Kebon Singkong mas, masuknya dari jalan Pertanian,” kata seorang petugas parkir kepada detikcom di Jalan Pahlawan Revolusi, Jakarta Timur Kamis (25/7). Jalan Pertanian merupakan sebuah gang yang terdapat di Jalan Pahlawan Revolusi, Klender Jakarta Timur. Dari gang tersebut, letak ‘kampung pengemis’, masuk ke dalam lagi hingga bertemu SD Negeri 01 Klender.

Syafruddin, salah satu pengurus Musholla Al-Hidayah di wilayah tersebut mengatakan ‘Kampung Pengemis’ banyak dihuni pendatang dari Indramayu, Cirebon, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Beberapa di antaranya datang hanya saat bulan Ramadan. “Kalau bulan puasa gini mereka datang pakai truk, di sini ‘ngantornya’ ya ‘ngemis’ itu,” kata Syafruddin.

Menurut dia, para pengemis itu banyak yang mempunyai rumah mewah di kampung halamannya. Maklum selama Ramadan pendapatan mereka tergolong banyak. Paling apes dalam satu hari mendapat Rp 400 ribu setiap orangnya. “Apalagi yang ‘ngantornya’ di Pondok Indah,” kata Syafruddin.

*****

Selepas tengah hari beberapa orang buta yang dituntun, anak – anak berpakaian kumal dengan didampingi orang dewasa, kelompok kakek – kakek dan nenek – nenek keluar dari mulut gang di ‘Kampung Pengemis’ mengarah ke jalan raya. Sementara dari arah jalan raya beberapa orang tua paruh baya berjalan dengan memikul karung beras di pundak masuk dan menyelinap di sela gang sempit tersebut.

Detikcom yang duduk di mulut gang melihat seorang perempuan berjalan gontai, tangannya cacat, kaku dan hanya tertekuk. Kepada detikcom perempuan berbaju biru kumal itu mengaku bernama Nunung. Dia datang dari Indramayu, Jawa Barat 10 hari lalu bersama ibu, dan tiga rekan sekampungnya. Selama di Jakarta dia mengaku berkeliling mengemis hingga ke daerah Jatinegara dan Senen. Dalam satu hari dia mendapat penghasilan sebesar Rp500 ribu. “Yang ramai itu kalau mau sahur dan buka puasa,” kata dia

Dua puluh menit berbincang dengan detikcom, tangan Nunung yang tadi terlihat cacat dan terkekuk mendadak bisa bisa diluruskan dan terlihat normal. Apalagi ketika ia memperbaiki sandal jepit warna biru miliknya. Setelah itu, ia-pun berlalu.

*****

Tiga ibu-ibu dan seorang lelaki paruh baya melepas siang dengan berbincang-bincang di sebuah rumah kontrakan kecil yang hanya berjarak sekitar 150 meter dari bantaran anak kali Ciliwung. Di dalam kontrakan kecil tersebut terdapat sebuah sepeda motor baru yang belum ada plat nomornya, dan sebuah televisi berukuran 14 inci.

“‘Gua pernah ‘minder’ disinisin sama orang, ‘badan sehat kok kerjaannya minta – minta’ ‘minder’ ‘gua’,” kata seorang ibu yang dipanggil Nur. Pernyataan Nur tersebut langsung ditimpali oleh rekannya. “‘Gua’ juga pernah,” kata dia.

Sidjabat, Kepala RT 02/01 Klender mengatakan, pengemis musiman sudah tidak lagi di kampung Kebon Singkong. “Mungkin sudah ditangkap – tangkapin, kalau tahun lalu iya (banyak),” kata dia kepada detikcom. Tahun lalu menurut dia, para pengemis musiman tersebut datang bergerombol dengan menggunakan bus atau truk. Mereka datang dari berbagai daerah seperti Indramayu, dan daerah lainnya di Jawa Tengah. “Katanya mereka itu punya rumah bagus di kampungnya,” kata pria berdarah Sumatera itu.

Sosiolog dari Universitas Gajah Mada Arie Sudjito mengatakan, fenomena munculnya pengemis musiman di Jakarta akibat tidak meratanya pembangunan di daerah. Selain juga karena mental budaya tidak mau bekerja keras. Ditambah kebiasaan orang kaya di Indonesia yang gemar memberi sedekah kepada kaum dhuafa. Wal hasil penghasilan pengemis musiman pun bisa lebih besar dari upah minimum regional di Jakarta yang sebesar Rp 2,2 juta per bulan.

Apalagi Jakarta dianggap sebagai kota yang mudah untuk mencari duit oleh sebagian orang dari kampung. “Mereka yang polos dari desa jadi negatif karena ikut-ikutan saudara atau temannya yang merasakan lebih dulu. Jadi, kebiasaan negatif dilakukan terus karena uangnya banyak,” kata Arie.

Petang telah datang. Kampung ‘Pengemis’ beranjak sepi setelah sejumlah lampu teras rumah dinyalakan. Sementara di trotoar jalan-jalan utama di Jakarta tampak ratusan pengemis duduk bersimpuh beralas kardus atau kertas.