Liburan kali ini kami sekeluarga rencana ke Kediri, ke tempat tanah leluhur istri, yang sudah sekian tahun tidak pernah kami injak.
Kami sengaja lewat jalur pantura karena banyak pilihan menu kuliner mak nyuss yang harus kami singgahi. Memang momen yang begini yang membuat kami senang dan bisa menikmati makna liburan sesungguhnya. Liburan bagi kami adala saat kumpul keluarga, berwisata menikmati keindahan nusantara dan asyik menyantap kuliner khas di kota-kota yang kami singgahi.

Jalur Pantura selalu menguras energi fisik dan pikiran karena kami harus masuk dalam kemacetan yang membosankan. Walau kemacetan lalu lintas sudah akrab bagi kami yang terpaksa hidup di Jakarta, tetapi kemacetan pantura memang terasa luar biasa dan aneh.
Di beberapa titik, kemacetan terjadi karena perbaikan jalan. Ini sungguh mengherankan karena bagi kami (dan mungkin juga anda!), perbaikan jalan kok dilakukan setiap tahun dan waktunya pasti mendekati musim mudik lebaran. Kami sering bertanya-tanya, “kenapa tidak dibuat pekerjaan langsung, total dan menyeluruh? Proyek perbaikan jalan jalur pantura adalah proyek rutin. Mbok iya dibikin des-des-des langsung tancap gas, ga perlu sak encret- sak encret yang membuat kerugian waktu, materi, pikiran dll buat para pemakai jalan. Emang tidak bisa ya?”

Kemacetan lain yaitu di Pasar Tegalgubug, Cirebon. Walaupun cukup menyita waktu, kami tetap mencoba memahami karena pasar ini memberikan andil dalam menggerakkan roda perekonomian ribuan warga. Kami mencoba tersenyum dan tertawa dalam kemacetan.

Sesampainya di Pemalang kami langsung mencari tempat istirahat sejenak sambil menikmati menu kuliner khasnya yaitu Soto Grombyang. Konon, soto berbahan dasar daging kerbau ini diberi nama Grombyang karena antara nasi, kuah dan dagingnya akan nampak Grombyang-grombyang alias goyang-goyang dangdut karena kuahnya yang melimpah.

Banyak penjual Soto Grombyang, beberapa yang terkenal adalah Haji Warso dan Waridin. Lokasi seputar alun-alun Pemalang menuju ke Pantai Widuri dipenuhi warung tenda yang menjajakan beragam menu kuliner.

Jika anda belum pernah mencobanya, silahkan singgah untuk menikmati menu ini. Eh, ini ada resep yang saya dapat dari Mbah Gugel …

Bahan-bahan:
– 500 gr daging sandung lamur
– 400 gr iga sapi
– 2500 ml air
– 2 lembar daun salam
– 4 sendok teh garam
– 4 sendok teh gula merah sisir
– 1 batang daun bawang diiris halus
– 4 sendok makan minyak untuk menumis
– 2 batang serai diambil putihnya (dimemarkan)
– 4 sendok makan bawang merah goreng untuk taburan

Bumbu halus:
– 7 butir bawang merah
– 4 siung bawang putih
– 0,5 sendok teh merica
– 2 buah keluwek diseduh
– 1,5 sendok teh ketumbar
– 50 gr kelapa parut disangrai
– 1 cm jahe dan 2 cm kunyit dibakar

Bahan sambal cabai rawit:
– 2 siung bawang putih
– dan 1/8 sendok teh garam
– 15 buah cabai rawit merah

Cara Membuat:

  1. Rebus daging, iga sapi, air, serai, dan daun salam sampai empuk. Angkat. Ukur 2000 ml air kaldunya. Potong-potong daging dan iga sapi. Didihkan lagi.
  2. Panaskan minyak. Tumis bumbu halus sampai harum. Tuang rebusan daging. Masukkan garam dan gula merah. Masak sampai matang. Tambahkan daun bawang. Aduk rata.
  3. Sambal cabai rawit: rebus cabai rawit merah dan bawang putih sampai layu. Angkat dan tiriskan. Tambahkan garam. Haluskan.
  4. Sajikan dengan cabai sambal cabai rawit dan taburan bawang merah goreng.

Resep ini untuk 6 porsi.

Ok … itu sedikit pengalaman yang bisa saya ceritakan. Pokoke bersambung ya …

Gambar diambil dari sini

Recent Posts :