Belajar hukum dikit yuukk … Saya terinspirasi tulisan soal Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) dan ingin sedikit berbagi disini.

Di negeri ini, jamak terjadi kasus KONSUMEN MENGGUGAT malah berbalik menjadi KONSUMEN YANG DIGUGAT. Apa contohnya? Wow banyak banget! Silahkan tanya mbah Gugel aja …

Sedikit saya kutipkan tentang Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP)

Hati-hati jika Anda menggugat produsen. Bisa-bisa, Anda mendapatkan pukulan balik secara bertubi-tubi oleh produsen. Dari pasal pencemaran nama baik, fitnah hingga UU ITE.

Tapi, benarkah produsen benar-benar ingin menyerang balik konsumen? Apa target para produsen menggunakan jurus mabok ini?

Dalam praktik hukum, ternyata stategi serangan balik sudah basi. Meski basi, jurus ini ampuh membela diri dan target serangan tepat mengenai jantung pertahanan masyarakat.

Di Amerika Serikat strategi ini dikenal dengan istilah Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP). Secara bebas, SLAPP bisa berarti gugatan ‘mematikan’ untuk melawan partisipasi publik. Partisipasi publik tersebut adalah masyarakat yang menuntut hak-hak nya.

Dalam praktek hukum di Amerika Serikat, SLAPP digunakan produsen dengan tujuan menyensor, mengintimidasi, dan menghentikan kritikan masyarakat terhadap produk yang beredar di masyarakat.

Produsen tidak ada niat untuk memenangkan gugatan balik tersebut. Target metode SLAPP ini yaitu konsumen merasa takut, terintimidasi dan lelah dalam mengikuti proses hukum. Bahkan jika perlu, akibat efek SLAPP, konsumen meninggal selama proses hukum.

Istilah ini muncul pada tahun 1980 oleh Profesor Penelope Canan dan George W Pring dari University of Denver. Lantas strategi ini menyebar ke dalam praktik hukum di berbagai negara bagian di AS hingga ke Kanada. Namun, guna melindungi masyarakat dari jurus mabok produsen, pemerintah berbagai negara bagian membuat Protection of Public Participation Act (PPPA) atau UU Perlindungan Partisipasi Publik.

Ooo … beruntunglah pemerintah di Amrik sono cepat tanggap akan hak-hak konsumen yang kelimpungan akibat JURUS DEWA MABOK para produsen itu.

Bagaimana di Indonesia?