Anda tinggal di kota mana?
Bagaimana kinerja walikota / bupati anda?

Saat ini ada Walikota yang sangat langka di Negeri ini, dan rakyat Kota Solo yang beruntung mendapatkannya. Jokowi, sebagai seorang pemimpin, terbukti mampu ngemong warga Solo dengan baik dan benar.

Sedikit profil Jokowi …

Joko Widodo
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ir. Joko Widodo (lahir di Surakarta, 21 Juni 1961; umur 49 tahun)[1], lebih dikenal dengan nama julukan Jokowi, adalah walikota Kota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bhakti 2005-2015. Wakil walikotanya adalah F.X. Hadi Rudyatmo. Ia dicalonkan oleh PDI-P[2].

Jokowi meraih gelar insinyur dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985.[1] Ketika mencalonkan diri sebagai walikota, banyak yang meragukan kemampuan pria yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini; bahkan hingga saat ia terpilih.[3] Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya.

Terlepas dari pro dan kontra (di dunia ini TIDAK ADA YANG SEMPURNA), saya (pribadi) salut dan acung jempol untuk Jokowi ini.

Salah satu keberhasilan beliau adalah relokasi PKL yang tidak menimbulkan gejolak sosial di Solo.

Mengutip dari blog http://ressay.wordpress.com

PKL merupakan permasalahan yang biasanya pasti selalu ada di tiap daerah. Namun penyelesaian terhadap permasalahan tersebut, tidak selalu sama. Represis State Apparatus acap kali digunakan oleh pemerintah daerah untuk menertibkan PKL di pinggir-pinggir jalan.

Konsep state apparatus (aparat negara) ini dicetuskan oleh Louis Althusser. Menurutnya, ada dua jenis state apparatus. Pertama, Represif State Apparatus yaitu aparat negara yang menjalankan fungsinya melalui kekerasan. Kedua, Ideological State Apparatus yaitu aparat negara yang menjalankan fungsinya melalui ideologi-ideologi tertentu.

Jokowi tidak melakukan tindakan represif dengan langsung membongkar paksa dagangan dan lapak PKL yang cenderung mengundang gejolak sosial dan politik di masyarakat. Dia memiliki cara sendiri dalam menyelesaikan permasalahan tersebut dengan memilih melobi langsung para pedagang melalui makan bersama maupun diskusi. “Cara berbeda, jangan sampai dilakukan dengan penggusuran,” kata Jokowi.

Kesabaran dan kontinuitas Jokowi dalam memperhatikan nasib PKL pun berbuah keberhasilan. Sekitar seribu pedagang kaki lima mau dipindahkan dari Monumen ’45 Banjarsari ke Pasar Klithikan Notoharjo. Proses itu dilakukan melalui kirab yang berlangsung meriah. Sebagai timbal balik, Jokowi menyediakan kios gratis dan promosi. Beberapa sudut kota Solo yang dahulunya dipenuhi PKL saat ini telah disulap oleh Jokowi menjadi tempat yang indah dan enak dipandang mata. PKL yang biasanya tidak tertata rapi, saat ini telah direlokasi dan ditata dengan rapi.

Jokowi pun mendapatkan gelar “Tokoh 2008” versi Majalah Tempo beserta 9 walikota dan bupati lain di Indonesia. Masing-masing kepala daerah tersebut mendapatkan gelar “Tokoh 2008 ini karena dipandang kepemimpinan mereka menghasilkan kemajuan-kemajuan yang signifikan di daerah masing-masing

Saat ini, beberapa teman yang warga asli Solo, selalu mengatakan bangga akan kota nya yang sudah tertata rapi dan enak untuk menjadi tempat hunian.

Mereka selalu mempromosikan kondisi Solo sebagai tempat wisata belanja dan wisata kuliner yang nyaman. “Hal ini adalah efek dari kepemimpinan Jokowi,” kata seorang teman.

Sungguh enak kalau kita mempunyai pemimpin seperti Jokowi. Tapi ya pemimpin seperti itu susah ditiru. Kebanyakan pemimpin sekarang malah menjadi macan yang akan memangsa anak nya sendiri, dalam arti mereka akan menindas dan menghancurkan kepentingan ekonomi rakyat kecil dengan penggusuran dan penghancuran tempat usaha rakyat. Pemimpin tidak mau (sedikit) berpikir tentang memberikan solusi untuk PKL yang memenuhi jalanan kota.

Malah, di beberapa daerah, Walikota dan Bupati tersangkut kasus korupsi. Mereka memanfaatkan jabatan untuk mengeruk uang rakyat demi kepentingan pribadi dan golongan / relasi nya.

Kata beberapa pakar, “Ini akibat biaya politik mahal yang berlaku di negeri ini. Masa Kampanye untuk mencari dukungan, ongkos politik saat pendaftaran melalui partai politik, dll membutuhkan dana yang tidak sedikit.”

Tetapi Jokowi berbeda.

Walikota Solo yang tengah menjalani masa jabatan dua periode ini ternyata belum pernah sekali pun mengambil gajinya sebagai walikota. “Kalau teken saya memang teken tapi tidak pernah lihat amplopnya. Ambil gimana, wong lihat amplopnya saja tidak pernah. Kalau tidak percaya, tanya saja kepada sekretaris atau ajudan saya,” kata dia.

Soal mobil dinas, dia juga enggan menggantinya dengan yang baru. Mobil dinas Toyota Camry keluaran tahun 2002 ini merupakan peninggalan mobil dinas walikota Solo sebelumnya, Slamet Suryanto.

Selain itu, dia mengaku memang tidak suka gonta-ganti mobil. Seperti halnya mobil pribadinya yang sudah 14 tahun tidak diganti. “Saya bukan sok, tapi saya memang orang nggak punyai birahi terhadap mobil baru. Jenis mobil dinasnya keluaran tahun berapa, saya juga tidak tahu. Silakan tanya Pak Suli saja (sopir walikota). Pokoknya saya naik dan selamat saja,” tutur Jokowi

Sumber : http://politik.vivanews.com