Waras artinya …

adjective
1. 1 sembuh jasmani; sehat; 2 sehat rohani (mental, ingatan): kematian anaknyalah yg menyebabkan ibu itu menjadi kurang –;
ke·wa·ras·an n cak kesehatan jasmani dan rohani: setelah dibawa ke dokter dan diobati, ~ anak itu bertambah baik
Sumber: http://www.artikata.com/arti-356532-waras.html

Postingan ini terinspirasi dari sini

Sebetulnya, sampai dimana batas kewarasan yang kita miliki?

Ketika kita tahu bahwa sebuah perbuatan itu tidak layak, tidak pantas untuk dilakukan tetapi kita masih juga nekad untuk melakukannya tanpa sembunyi-sembunyi dan malu bahkan berani bersilat lidah berperang kata bahwa apa yang kita lakukan adalah perbuatan yang benar walau tidak baik … Apakah kita masih juga pantas disebut waras?

Contohnya gini:
Korupsi menjadi borok bagi Indonesia. Wacana perang terhadap korupsi terus digaungkan tetapi tak kunjung membuahkan hasil prima. Perlu ada langkah revolusioner untuk memberangusnya.

Penjabarannya gini:
Korupsi = tidak baik
Borok = sakit, penyakit yang harus disembuhkan

Jadi perbuatan yang tidak baik karena menjadi penyakit tetapi itu masih ada dalam hidup kita. Apakah dokternya kurang pintar dalam mengobati borok korupsi itu? Apakah kita adalah pasien yang bandel yang tak mau mengikuti saran petunjuk dari bapak/ ibu dokter?

“Saya tidak percaya korupsi sudah membudaya. Bahwa ini adalah unsur keserakahan yang tidak kunjung habis dan tidak kunjung selesai,” kata seorang tokoh penting negeri ini.

Budaya adalah perbuatan yang dilakukan oleh banyak orang. Istilahnya wabah penyakit yang menyebar dan menjangkiti sekian prosen populasi. Kalau cuma 1 atau 2 orang maka itu disebut oknum, nah kalau mereka melakukan korupsi berjamaah, apa sebutan yang pantas buat mereka ?

Budaya buruk yang mendapat legalitas atas nama hukum?
Apakah kita masih pantas disebut waras?

Kita tahu dan mengerti hukum yang berlaku tetapi kita pura-pura bodoh.
Kita memilih untuk buta, tuli, dan bisu melihat ketidak adilan yang terjadi ketika seorang pencuri ayam harus digebuki dan langsung diproses pengadilan (untung saja tidak digebuki sampai mati atau dibakar massa) sementara pejabat dan (oknum?) wakil rakyat melakukan korupsi berjamaah dan (sial!) mendapat perlindungan dari ‘sesama’ nya.

Apakah kita masih pantas disebut waras?
Seberapa waraskah diri kita?

Atau lebih baik kita mengaku tidak waras agar tidak perlu bertanggung jawab terhadap hasil dari sebuah pekerjaan?